Friday, March 22, 2013

Etika Humanis


16. Di blog Makna Beragama saya berpendapat bahwa makna beragama adalah berilmu. Alasan-alasan yang saya kemukakan untuk mendukung pendapat ini saya ulas di 3 blog sebelumnya: Ongkos Beragama, Paradoks Beragama, dan Kebebasan Beragama.

Kebodohan berarti sama dengan tidak beragama. Pertanyaan yang kemudian muncul: ilmu apa yang perlu kita pelajari dan praktekkan? Blog ini untuk mengulas pertanyaan ini sekaligus menghubungkan dengan etika humanis.

Ilmu yang saya maksudkan dalam "makna beragama adalah berilmu" luas cakupannya: sesuatu yang mengisi otak kita dan melatarbelakangi keputusan yang kita buat sehari-hari. Buat banyak orang, agama menempati tempat penting dalam dua hal ini. Agama saya anggap sebagai ilmu walaupun sifatnya berbeda dengan sains dalam pembuktian dan tujuan.

Ilmu agama mengajarkan satu pemahaman etika yang bertumpu pada adanya Tuhan sebagai hakim berkuasa mutlak. Jika perbuatan kita salah menurut kitab sucinya, maka sang pelaku melakukan dosa. Jika benar, maka dia diganjar pahala.

Timbangan pahala-dosa ini menentukan apakah kita setelah mati akan menikmati surga atau menghuni neraka. Konsep pahala-dosa tidak bisa dipisahkan dengan adanya surga neraka. Tanpa pahala dosa, surga neraka tidak berarti sama sekali.

17. Buat sebagian orang, ilmu agama tidak masuk akal karena tuntutan untuk percaya adanya surga neraka dan hidup setelah mati. Ini bukan berarti penolakan adanya Tuhan. Tetap harus diakui bahwa buat sebagian orang ini, kekuasaan Tuhan – terlepas ada atau tidak – tidak berpengaruh dalam menentukan nasib manusia.

Etika yang tidak bertumpu kepada Tuhan ini bertumpu kepada asas sebab-akibat dalam memahami masalah dan melatarbelakangi keputusan yang kita buat sehari-hari. Asas sebab-akibat dibangun dengan mempelajari pikiran dan perasaan kita dan alam sekeliling. Tidak ada kitab suci, karena kumpulan sebab-akibat ini berkembang seiring dengan kemampuan akal kita.

Etika memakai akal pikir ini biasa disebut etika humanis atau sekuler. Etika humanis berkembang seiring dengan sains karena kemajuan sains menambah ilmu tentang diri kita dan alam sekeliling.

18. Keputusan melakukan sesuatu tidak tergantung perhitungan pahala dosa, sehingga surga neraka tidak dibutuhkan lagi. Lantas untuk apa kita melakukan perbuatan baik? Lebih kurang untuk kepuasan kita sendiri tanpa mengharapkan pahala. Sebaliknya, penganut etika humanis tidak mengenal dosa jika melakukan sesuatu yang buat agama tertentu dianggap berdosa.

Apa etika humanis menyebabkan orang melakukan perbuatan berdosa? Ya dan tidak, karena etika humanis tidak mengenal dosa. Sesuatu yang berdosa itu sendiri relatif karena setiap agama punya daftar perbuatan berdosa berbeda.

Menurut etika humanis, sesuatu tidak dilakukan karena tidak membawa efek baik buat kita saat kita hidup. Alasan untuk tidak melakukan sesuatu jadinya harus masuk akal. Jika tidak ada alasan masuk akal kenapa sesuatu tidak baik dilakukan, maka kita bisa lakukan hal itu tanpa takut berdosa.

Bagaimana kita bisa membangun pengertian sebab-akibat yang dibutuhkan oleh etika humanis? Kita harus belajar mengenal diri kita sendiri dan rajin memperhatikan sekeliling. Kita tidak bisa bodoh karena tidak ada kitab suci yang menuntun kita dalam mengambil keputusan. Kita perlu paham apa yang kita sukai dan tidak sukai. Kita perlu tahu apa yang memotivasi kita untuk melakukan sesuatu. Kita perlu tahu apa yang kita takuti dan hargai.

No comments:

Post a Comment